Riski Samsudin.|| Foto: Putee |
Falanusantara.id-- APA benar kampung halaman akan terlihat sunyi ketika kita sudah tumbuh dewasa? Memang benar saat ini kita lihat dengan mata kepala sendiri, merenung kembali pada beberapa tahun silam saat bermain di bawah terik matahari yang panas, di atas tanah penuh lumpur, di bibir pantai ombak menghantam keras dan menghantar butiran-butiran pasir ke tepian pantai. Kita sering berada di tempat itu.
Kini ketika kita sudah mulai tumbuh dewasa, seakan momen itu mulai punah, kita yang sering dimarahi oleh ibu dan bapak saat bermain di bawah matahari sampai lupa bahwa kita belum saja makan siang. Ketika sore hari, kita yang ramai-ramai bepergian ke tempat pengajian untuk mengaji, di sana kita belum mengetahui kecanggihan teknologi sehingga sering kali kita berkumpul di tempat yang ramai, dan tempat itu sekarang tidak ada huninya lagi.
Kita tentu masih ingat suasana sore kala itu. Di mana, kita semua mandi ke pantai dan di atas jembatan penuh dengan canda tawa saat kita bermain dan ramai-ramai meloncat ke dalam air dari ketinggian jembatan, sungguh sangat seru. Keseruhan terus berlanjut hingga sore memuncak saat azan pecah, kita kembali ke rumah dan bersiap untuk pergi salat.
Saya ingat dengan jelas hari itu saat kami masih sangat muda, ketika semuanya masih baik-baik saja, dan hal yang menyangkut dengan peristiwa lampu loga-loga itu menjadi inspirasi kehidupan.
Di kampung halaman kami, terdapat beberapa lorong yang banyak sekali jejak kaki kita yang melangkahi lorong tersebut, tidak ada cerita melainkan berpikir bahwa kita selamanya akan selalu bersatu dan kita akan selalu bersama-sama. Padahal di kelak hari, kita tumbuh dewasa dan tentu dipisahkan oleh kesibukan masing masing.
Anak muda di era saat ini banyak menguasai teknologi, misalnya, handphone (HP) yang merekam aplikasi di antara TikTok dan aplikasi lainnya yang menyenangkan mereka. Namun, terlalu keasyikan sehingga mereka hampir saja terkesan melupakan persoalan betapa asyiknya bersama-sama duduk dan bercanda tawa.
Karena demikian, hadirnya teknologi itu membatasi persaudaraan dan kebersamaan kita yang begitu erat dengan tidak menghilangkan momen indah. Kita selalu berkumpul di suatu tempat tanpa ada atau melalui teleponan, sebab saat ini semua sudah mulai malas melakukan aktivitas duduk dan berdiskusi bersama karena dibatasi oleh berbagai kecanggihan saat ini. Mungkin saja semua sudah mulai sibuk dengan memosting foto atau kegiatan pribadi di aplikasi WhatsApp, Facebook, Instagram, bahkan aplikasi lainnya yang saat ini lagi trend.
Tetapi hal itu tidak bisa dipungkiri dan harus mengakui karena zaman semakin hari semakin canggih, dan sangat meningkat dengan kemajuan teknologi, tetapi bagi saya anak mudah harus mampu merekam momen-momen indah di masa kecil, dan mampu menerapkan serta membedakan ataupun melakukan penyesuaian terkait persoalan kecanggihan teknologi.
Ini adalah ketakutan besar kami apabila anak muda sudah terjerumus ke dalam dunia teknologi dan akan menimbulkan suatu dampak dari budaya-budaya yang ditinggalkan orang-orang terdahulu, karena jika kita tidak memulai hari ini maka yakinilah suatu saat dan setiap hari budaya akan semakin terkikis di telan oleh zaman.
Ini yang perlu kita benahi dan memberikan pemahaman kepada generasi muda dan kita yang harus memulai perkara ini disebabkan kita adalah bagian dari nakhoda yang membawa para generasi muda akan datang. Dengan demikian kita harus mampu menciptakan sesuatu hal yang baik agar mereka dapat merekam dan dapat menyesuaikan dan memilah dari kedua hal tersebut.
Saya sering mengatakan kepada teman-teman, kakak-kakak bahkan adik-adik saya, bahwa kita akan terlihat gagal dan sangat gagal dalam mengambil peran sebagai anak muda kalau tidak mampu menciptakan generasi kita yang berikutnya.
Karena kenapa? Peran anak muda di desa itu sangat penting, orang-orang sering mengatakan bahwa anak muda adalah tulang punggung masyarakat, bahkan Bung Karno pun mengatakan demikian bahwa “Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Dari pernyataan tersebut di mana peran kita? Apakah peran dan fungsi pemuda di sebuah desa masih terus berlangsung?
Alhasil, kita melihat saat ini mungkin saja saya mengatakan bahwa tidak ada peran dan fungsi pemuda yang kita terapkan. Olehnya itu, tentunya ada harapan dan tindakan yang kita rumuskan dan akan melakukan kembali hal tersebut, sebab saat ini mungkin kebersamaan pemuda di desa kami masih komitmen dan merasa tanggung jawab tetapi ada penegasan yang harus lebih komitmen lagi dan lebih serius lagi dalam melakukan suatu hal yang menyangkut dengan kebersamaan kita. Karena semakin kita tumbuh dewasa, kampung halaman semakin sunyi. Karena itu, kita sebagai anak muda harus menggerakkan semua ini. (*)