Jaidin J. Palaruy.|| Foto: Istimewa |
Oleh : Jaidin J. Palaruy
Falanusantara.id-- Keruntuhan demokrasi akan nampak bila mana kebijakan pemerintah diambil Akli oleh oligarki, sehingga oligarki mempunyai otoritas tertinggi dari semua itu.
Kemajuan teknologi tidak diiringi adaptasi dari masyarakat maupun pemerintah, pesatnya laju teknologi tidak diimbangi peningkatan kecerdasan sosial. Komentar-komentar negatif yang dilontarkan secara iseng justru ditanggapi dengan serius sehingga memicu gejolak.
Pragmatisme yang berorientasi hasil jangka pendek, cara-cara instan untuk segera mencapai apa yang diinginkan menyebabkan pembenaran melakukan tindakan-tindakan curang, menyikut kanan kiri seakan menjadi hal yang lumrah supaya melejit di tingkatan teratas.
Karakter masyarakat yang gampang kaget, Fahrudin Faiz mengistilahkan dengan masyarakat “epilepsi”, suka dengan hal-hal sensasional bombastis dan berebut menjadi penyebar informasi tercepat dalam komunitasnya. Seringkali tanpa dikaji, apapun berita sensasional langsung di-share padahal berita tersebut adalah kebohongan.
____Populisme
Populisme dalam politik praktis berupa sekadar retorika, untuk mendapatkan simpati masyarakat banyak sekali janji-janji indah, gagasan-gagasan muluk yang digaungkan dengan dalil ‘demi rakyat’ atau ‘membela umat’, namun sebenarnya dibalik itu semua bertujuan untuk keuntungan dirinya sendiri, mengamankan posisi jabatannya, meningkatkan image pribadinya dan lain sebagainya.
____Sejarah post truth
Post truth pertamakali di dipopulerkan tahun 1992 oleh Steve Tesich, dalam tulisan berjudul The Government of Lies. (pemerintah kebohongan) dalam artikel yang dipublish di majalah The Nation tersebut, Tesich menulis bahwa “kita sebagai manusia yang bebas, punya kebebasan menentukan ingin hidup di dunia post truth”. Tulisan tersebut merupakan bentuk ungkapan Kegelisahan Tesich atas propaganda negara-negara yang terlibat dalam perang teluk di awal dekade 90-an. Memang harus diakui propaganda negara-negara yang berseteru saat itu sangat membingungkan publik global. Kebenaran dan kepalsuan menjadi hal yang sulit untuk dibedakan.
Secara etimologis, post-truth berasal dari Bahasa Inggris. Akar kata post yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi pasca atau setelah dan truth adalah benar. Jika di satu artikan maka akan membuahkan pemaknaan terhadap kata post-truth sebagai pasca kebenaran atau setelah kebenaran.
Di era post truth pada saat ini, kita hanya menyimak penyampaian para elit lewat opini publik dan majalah tempo/pers. Dari deretan politisasi yang berkecamuk secara membabi-buta sehingga pemanfaatan media sosial di antaranya Twitter, Instragram, Tik tok dll. Merupakan cikal bakal untuk membuktikan bahwa pasangan si a dan si b itu benar.
Padahal itu adalah konspirasi dan manipulasi para elit untuk memenangkan pasangan calonya.
Semoga demokrasi kita tetap kokoh tanpa intervensi para elit. Keadaan masyarakat sangat perlu di perhatikan untuk membangun negara yang lebih makmur, dengan mencerdaskan kehidupan bangsa dan memelihara fakir miskin. yang sudah di tuangkan dalam UUD 1945.
Tereningn topik 2024. (*)